TSOlTfzlGpdoGUGlTpzlTUOiTd==

Kesaksian Sangat Sedih dari Saksi Kunci Prada Ricard Junimton Bulan dan Keluarga Tolak Uang Santunan 22 Terdakwa..


Kupang -Baritonagarinews.com
.Sidang Kasus Prada Lucky Mamo, Saksi Kunci Prada Ricard Junimton Bulan Mengaku Kelamin dan Anus Dilumuri Cabai hingga Penyiksaan Ala Akmil

saksi satu atas nama Prada Ricard Junimton Bulan merupakan saksi kunci dalam kasus ini. 

Ia juga merupakan korban dari pengan!ayaan bersama Prada Lucky. 

Sedangkan dua saksi lainnya adalah orang tua dari almarhum.  

Pada kesempatan itu, Prada Ricard Junimton Bulan tanpa ragu mengisahkan kejadian penyiksaan yang dilakukan para seniornya itu. 

Menurutnya, perlakukan para senior hingga pimpinannya itu bukan lagi didikan namun sudah penyiksaan dan tidak manusiawi. 

Ia mengungkapkan bahwa peristiwa itu mulai dialaminya sejak pukul 00.40 tanggal 28 Juli 2025. 

Saat itu, kata dia, dirinya sedang berada di dapur, datanglah Andre Mahoklory terdakwa 2 dan menyampaikan saksi diperintahkan menghadap oleh Dansi Intel Thomas Desambris Awi (terdakwa 1).

“Saat dia panggil, dia tanya saya, kamu ada masalah apa?, saya jawab tidak ada masalah, lalu HP saya diambil dan diperiksa kemudian dibawa menemui terdakwa 1. 

Ia kemudian menjalani pemeriksaan. Dalam pemeriksaan ditanya terkait sikap dan kepribadian dari Prada Lucky. 

“Saat itu saya menjelaskan bahwa sepengetahuan saya, yang bersangkutan merupakan orang yang baik dan perhatian “ ujarnya.

Usai pengakuan itu, Dansi Intel langsung menyebut bahwa saksi dan korban menjalan hubungan terlarang (LGBT). 

Atas tuduhan itu keduanya lalu diinterogasi lebih lanjut dan mendapat pengan!ayaan.

“Dansi Intel menanyakan kepada almarhum, apakah kamu pernah berhubungan dengan Ricard?, almarhum menjawab tidak pernah. Jawaban itu kemudian membuat ia emosi lalu memukul korban menggunakan sandal. Tidak puas ia menghubungi Provos,” katanya. 

Tak lama kemudian, datanglah Provos Ponsianus Allan Dadi (terdakwa 3). 

Ia lalu hendak menampar korban Prada Lucky namun ditahan oleh Dansi Intel. Pratu Alan kemudian memerintahkan Rio Laka alias Umeke untuk mencari selang namun dibawakan kabel berwarna putih.

Dari kabel itu, Dansi Intel gunakan untuk mencambuk kedua korban berulang kali pada bagian punggung. 

Tak sampai di situ, kedua korban disuruh membuka baju kaos loreng yang dikenakan kemudian dicambuk oleh Pratu Alan hingga berdarah.

“Kami dicambuk dari jam 1 sampai jam 3 subuh. Dansi Intel suruh saya tidur sedangkan korban Lucky hendak ke kamar mandi. 

Tak lama kemudian ia diberitahukan bahwa korban melarikan diri sehingga kami mencari di sekitar Batalyon namun tidak ditemukan,” sebutnya.

Ia menyebut setelah pencarian, ia diborgol dan dipindahkan ke salah satu ruang kosong hingga pagi.

 “Tangan kanan diborgol di jendela mulai jam 9 pagi sampai malam,” ujarnya.

Setelah pergantian piket kepada Pratu Imanuel Nimrod Laubora (terdakwa 6), saksi kembali menerima pengan!ayaan sekitar pukul 15.00 Wita. 

“Saat itu ia menyampaikan bahwa kami membuat malu lalu memukul menggunakan tangan pada bagian pipi. 

Tak puas, ia mengambil selang kompresor lalu mencambuk dibagikan punggung sebanyak empat kali. Saat bersamaan Sertu Dervinti Arjuna Putra Bessie (terdakwa 7) datang dan memukul menggunakan kopel,” ceritanya.

Ia juga mengaku, sore itu ia belum mendapat kabar tentang keberadaan Prada Lucky. Sejak sore jam 15.00 sampai pukul 21.00 ia dibawa oleh Pratu Nimrot dan lettingnya Prada Eugenius Kin ke ruang Staf Intel. Disana sudah ada Letda Made Juni Arta Dana (terdakwa 8) yang siap mengintrogasi nya.

“Saat itu saya berusaha berbohong dengan harapan agar tidak mendapat penyiksaan lagi,” katanya. 

Meski demikian, kata dia, cambukan terus dilayangkan dengan harapan ia bisa mengakui akan perbuatannya (LGBT). Karena saksi tidak mengakui tuduhan tersebut, terdakwa Made mulai menggantikan cara penyiksaan dengan menggunakan lombok (Cabai) yang sudah diulek. 

Letda Made menyeluruh Pratu Nimrod mengambil cabe. Pratu Nimrod kemudian menyuruh lagi Egianus Kin untuk mengambil cabe yang sudah diulek di dapur. 

Tak lama berselang, datanglah Egianus dengan membawa cabe yang sudah diulek setengah gelas. 

Saksi kemudian disuru telanjang oleh Made kemudian memerintahkan Egianus Kin untuk mengoles cabe itu ke kemaluan dan Anus.

 “Letting kami menggunakan plastik di tangan kemudian melumuri kemaluan saya.

Setelah itu saya disuruh nungging lalu lanjut melumur Anus. Saya merasakan perih dan panas,” ujarnya.

Usai penyiksaan itu, saksi kemudian disuruh mengenakan kembali celana dan digabungkan dengan Prada Lucky yang saat itu keluar dari ruang Staf Pers. 

Keduanya yang sedang duduk dilantik, datanglah Pratu Alan dan menuduhnya berbohong sembari menendang pakai kaki kanan pada bagian telinga dan memukul menggunakan vanbelt kompresor dibagikan tulang ekor.

Dalam kesaksiannya, sekitar pukul 22.00 Wita datanglah para perwira. Pertama kali tiba adalah Lettu Lukman Hakim, lalu Lettu Ahmad Faisal (Danki Kompi A yang juga terdakwa berkas terpisah) dan dua org perwira lainnya. 

Mereka memberikan nasehat kepada kedua korban.

Di ruang itu, tiba-tiba masuk Pratu Rofinus Sale (terdakwa 9) lalu memberikan hormat sambil mengambil selang dan mencambuk keduanya masing-masing sebanyak 5 hingga enam kali setelah itu ia keluar. 

Tak berselang lama, datang lagi Pratu Emanuel Joko Huki (terdakwa 10) dan Pratu Jamal Bangal (terdakwa 12) juga melakukan hal yang sama. 

Lebih sadis lagi, Pratu Arianto Asa (terdakwa 11). Ia datang langsung meludahi keduanya dibagikan wajah lalu mencambuk hingga korban kencing di celana. 

Setelah itu berlanjut ke terdakwa 13, Yohanes Viani Ili, Mario Paskalis Gomang (terdakwa 14) dan terdakwa 15.Firdaus.

“Danki C Rahmat lalu melarang untuk ambil (memukul) kami lagi.

 Selanjutnya Dansi Intel memerintahkan Provos Pratu Alan dan Pratu Piter untuk membawa kami ke kamar mandi untuk mandi oleh,” katanya.

Setelah di ruang staf pers datanglah Danki Achmad Thariq Al Qindi Singajuru, S .Tr . (Han) (Terdakwa 16) lalu memerintahkan keduanya untuk tiarap.

Lalu keduanya dicambuk. Saat itu Prada Lucky berteriak kalau dadanya sakit. Bukannya diampuni, malah disuruh tahan napas lalu memukul pada bagian perut kanan. 

“Danki suruh berdiri lalu pukul dibagian perut sebelah kanan. Saat itu ia langsung membungkuk kesakitan,” terangnya.

Lebih lanjut, saksi mengaku penyiksaan berikutnya adalah tradisi tenggelam di daratan. Ia mengaku Prada Lucky terlebih dahulu disiksa. Kedua tangan diinjak oleh Danki, kedua kaki dipegang lalu disiram menggunakan air yang sudah terlebih dahulu disiapkan ke bagian muka hingga air habis. 

“Setelah itu gantian dengan saya. Saya merasa sesak napas dan muntah air,” jawabnya ketika ditanya tentang apa yang dirasakan oleh Oditur. 

Usai itu, keduanya kembali dicambuk berulang kali oleh Pratu Aprianto Rede Radja menggunakan hanger yang sudah dililit hingga Prada Lucky meminta ampun.

Tim BN-News.

(Sumber : Mage Wake dan di Kutip dari Tribun Flores).

Keluarga Tolak Uang Santunan dari 22 Terdakwa Kasus Kematian Prada Lucky Namo.

Ibu kandung Prada Lucky Chepril Saputra Sepriana Paulina Mirpey mengaku keluarga menolak upaya pemberian uang Rp 220 juta yang disebut dari para terdakwa. 

Paulina mengaku dalam kesaksiannya Senin (27/10/2025) atau persidangan hari pertama perkara ini, Paulina menyebut dirinya telah menyampaikan informasi itu ke Majelis Hakim. 

Uang tersebut, kata dia, dikumpulkan oleh 22 prajurit yang telah ditetapkan sebagai tersangka. Masing-masing menyetor Rp 10 juta dan dilampirkan dalam sebuah surat pernyataan maaf berisi daftar nama lengkap dan Nomor Registrasi Prajurit (NRP) mereka.

“Saya ditunjukkan surat itu. Ada nama seluruh pelaku dan tertulis tiap orang kasih Rp 10 juta. Totalnya Rp 220 juta,” kata Paulina mengulang pernyataannya, Rabu (22/10/2025) di Pengadilan Militer Kupang. 

Menurut Paulina, pada sidang itu ia menjadi saksi untuk terdakwa Ahmad Faisal, Komandan Kompi Yonif Teritorial Pembangunan (Yon TP) 834 di Wakanga Mere, Kabupaten Nagekeo.

Paulina mengatakan, pihak keluarga tidak pernah menerima santunan terkait kematian anaknya. Ia mengaku kedatangan seorang prajurit ke rumahnya di Asrama TNI Kuanino untuk meminta dirinya menandatangani dua dokumen pernyataan.

Pada dokumen pertama, tertera nama tiga perwira yang akan membantu adik Prada Lucky jika ingin mengikuti seleksi menjadi prajurit TNI di masa depan. Namun di bagian akhir, ada kolom tanda tangan dirinya dan komandan batalyon.

“Saya tidak mau tanda tangan,” tegasnya. 

Dokumen kedua yang diperlihatkan kepadanya berisi daftar nama 22 tersangka beserta permohonan maaf serta kesediaan memberikan uang masing-masing Rp 10 juta.

Menurut Paulina, ia langsung menolak. Baginya, upaya itu terkesan sebagai bentuk merendahkan harga diri dan ny4wa almarhum.


“Saya bilang, nyawa anak saya tidak semurah itu. Saya perjuangkan dia masuk tentara. Satu asrama tahu itu. Tidak bisa ditukar dengan uang,” ujarnya. 

Ia menambahkan, jika disebut ada santunan dari batalyon, maka itu tidak benar. Yang pernah diterima keluarga hanyalah bantuan rumah dan sepeda motor dari Pangdam IX/Udayana saat berkunjung ke Kupang setelah kejadian tersebut.

Paulina membenarkan memang ada beberapa transfer yang diterimanya. Namun uang tersebut diperuntukkan bagi kebutuhan pemakaman, seperti tenda dan kursi bagi pelayat yang begitu banyak.

Selain itu, dukungan juga datang dari istri Dandim Rote Ndao, tempat ayah almarhum bertugas, serta bantuan batalyon untuk ibadah malam ke-40.

Ayah Prada Lucky, Christian Namo, yang juga hadir di pengadilan, menegaskan bahwa dirinya tidak tahu menahu mengenai uang pemberian dari para prajurit yang dikirim melalui Letnan Infantri Made Juni Arta Dana.

“Apa pun itu, bagi saya keadilan yang utama,” ucapnya.

007/008.

(Sumber-Laporan Reporter POS-KUPANG .COM, Irfan Hoi)

Komentar0

Type above and press Enter to search.