SOLOK KOTA, BN News - Pengadaan tanah Tempat Pemakaman Umum (TPU) oleh Pemerintah Kota Solok terus menggelinding. Proyek pengadaan tanah yang menyedot APBD Kota Solok tahun 2017 tersebut berujung kepada masalah hukum.
Penetapan mantan Kepala dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kota Solok "SA"sebagai tersangka tunggal dalam kasus inipun dinilai sebagai bentuk kriminalisasi dan pemaksaan kasus.
"Penyidik dalam penilaian kami terlalu memaksakan kasus ini agar tetap dinaikkan, itu adalah suatu kriminalisasi yang dilakukan oleh oknum penyidik kepada klien kami," katanya PH 'SA' Zulkifli, SH,MH di Kota Solok, Jum'at (23/9/2022).
PH menerangkan , bahwa kasus pengadaan tanah Tempat Pemakaman Umum (TPU) bagi warga Kota Solok yang berlokasi di kawasan Jalan Lingkar Utara kelurahan Kampung Jawa ,melalui APBD Kota Solok tahun 2017. Pada awalnya Pemko Solok berniat menyediakan fasilitas TPU bagi warga Kota Solok yang tidak memiliki pandam pekuburan.
Melalui Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan agar mencari lokasi yang cocok untuk fasilitas tersebut. Dilakukan survey pada beberapa lokasi, setelah ditetapkanlah lokasi milik Sutan Zaidir sebagai rencana lokasi TPU. Keputusan itu juga telah melalui hasil pengkajian oleh kelompok kerja (pokja) dan tim appraisal.uajarnya.
Lanjutnya melalui DLHK dan pemilik tanah Sutan Zaidir pun sudah menyepakati untuk pembelian tanah seluas 9000 meter dengan nilai pembelian Rp. 2,1 milyar yang dibayarkan melalui DPA DLHK Kota Solok tahun 2017.
Namun dengan keterbatasan anggaran yang tersedia, pembelian ini hanya bisa dibayarkan sebesar Rp.920 juta pada 19 Desember 2017. Dengan dana sebesar itu, pemilik tanah hanya melepaskan lahannya seluas 4000 meter,hanya akan menyerahkan sertifikat tanah tersebut, jika Pemko sudah membayar tanah tersebut secara keseluruhan (9000 meter). Pemko pun berjanji akan menganggarkan kembali dana pembelian tanah TPU tersebut pada APBD tahun berikutnya.
" Dana untuk pembelian tanah tersebut dilakukan secara non tunai langsung ke rekening pemilik tanah sesuai dengan ketentuan pembayaran sebagai mana mestinya," tegas Zulkifli.
Di tahun 2018, "SA"pensiun sebagai ASN, dan jabatan kadis Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kota Solok pun berganti.Rencana penambahan pembelian lahan sesuai kesepakatan awal tidak dilanjutkan kadis LHK berikutnya.
Pada tahun 2019, rencana penambahan biaya pembelian tanah tersebut urung juga dilaksanakan karena mayoritas kegiatan APBD Kota Solok dan DLHK terkena refocusing anggaran untuk penanganan pandemi Covid-19.Di tahun 2020, lahan tersebut sudah tercatat sebagai asset daerah dan dibangun gapura didepan gerbang masuk ke lokasi bahkan sudah dimanfaatkan untuk kuburan warga.
" Sekarang sudah ada sekitar 30 lebih kuburan warga yang ada di lokasi tersebut," ujarnya
Imbuh Dia dikarena persoalan keterbatasan anggaran, akhirnya dibuat kesepakatan ulang antara Pemko dengan pemilik lahan untuk melakukan pemecahan sertifikat untuk lahan seluas 4000 meter, Namun sertifikat tersebut sudah disita oleh penyidik Polres Solok Kota sebagai barang bukti, karena dinilai adanya indikasi tindak pidana korupsi(TIPIKOR).
"Dalam penilaian kasus ini seolah-olah direkayasa atau di paksakan. Padahal masalahnya keterlambatan administrasi saja dan tidak ada pihak yang dirugikan," ujarnya.
Terkait hasil pemeriksaan, tidak mungkin tersangka menghafal dan menjelaskan secara detil Undang-undang, pasal dan ayat yang disangkakan kepada tersangka dan semuanya sudah disiapkan penyidik dan kliennya hanya mengiyakan saja ketika ditanya penyidik.
Atas alasannya , sebagai warga negara, PH haknya akan menggunakan seluruh saluran hukum yang ada untuk membantah tuduhan yang disangkakan terhadap klien kami
" Kami juga sudah menyurati Kapolda ,Kapolri dan Irwasum Polri agar kasus ini menjadi atensinya dan dihentikan. Kita tidak ingin slogan Presisi yang digadang-gadang selama ini justru dirusak oleh oknum aparat di yang tidak Profesional.
"Dimana klien kami belum mendapatkan haknya, yaitu surat penetapan sebagai tersangka, padahal kasusnya sudah dilimpahkan ke kejaksaan. Sementara surat itu menjadi penting bagi kami sebagai salah satu syarat mengajukan praperadilan," tegasnya Zulkifli.
Kapolres Solok Kota AKBP. Ahmad Fadilan,S.Si,M.Si membantah pihaknya telah melakukan rekayasa kasus. Menurutnya, penyidik sudah bekerja profesional dalam mengungkap kasus ini. Bahkan kata Kapolres, kasus ini sudah dilakukan gelar perkara di Polda Sumbar sebanyak empat kali.
" Penyidik sudah bekerja profesional, saya juga menilai kasus ini layak untuk dinaikkan. Karena sudah Tiga kali juga digelar oleh Kapolres sebelum saya, dan satu kali pada masa saya,"katanya.
Terangnya , jika memang adanya penilaian seperti itu (rekayasa), menurutnya hal yang biasa saja. Namun kata dia, untuk menguji profesionalitas penyidik Polri bisa dilihat dari hasil penyidikan jaksa dan penilaian/putusan hakim di pengadilan.
"Kemudian silahkan saja uji hasilnya di kejaksaan dan di pengadilan nantinya," Pungkas AKBP. Ahmad Fadilan***
Pewarta : B007J008.
0 Komentar