TSOlTfzlGpdoGUGlTpzlTUOiTd==

Bacamin Diri, Jan Mahajan Tuah

           Aldefri,SH, Malin Bagindo


BACAMIN DIRI, JAN MAHAJAN TUAH

Bukittinggi,baritonagarinews.com - Minangkabau sebagai salah satu etnis Nusantara memiliki tatanan hidup yang dibingkai dalam falsafah Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah. Salah satu ekspresi nilai luhur dalam adat Minangkabau adalah petuah-petuah yang mengandung filosofi hidup penuh kebijaksanaan.

Ungkapan “Bacamin Diri, Jan Ma’ajan Tuah” adalah salah satu petatah-petitih adat yang menasihati manusia agar tidak hanya berharap pada keberuntungan (tuah), tetapi mengukur diri dan kemampuan sendiri terlebih dahulu. Petuah ini mendorong sikap introspektif dan realistis dalam bertindak, berpikir, dan berbuat.

Bacamin diri berarti bercermin pada diri sendiri, yakni melihat, menilai, dan memahami kemampuan, kedudukan, pengetahuan, serta batasan diri.

Jan ma’ajan tuah artinya jangan mengandalkan nasib atau keberuntungan semata, tanpa usaha dan pertimbangan yang matang.

Makna tersiratnya:

Seseorang hendaknya menyadari posisinya, kapasitasnya, dan potensi yang dimiliki sebelum mengambil keputusan.

Menghindari sikap spekulatif atau gegabah yang hanya mengandalkan “nasib baik”.

Mengutamakan usaha, ilmu, pertimbangan matang dan perencanaan, bukan sekadar berharap datangnya keberuntungan.

Dalam adat Minangkabau, dikenal ungkapan:

“Dima bumi dipijak, disinan langik dijunjuang; dima aia batakok, disinan rantiang dipatah.”

Petuah ini menyiratkan pentingnya menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan, beradaptasi dengan bijak. Sejalan dengan itu, "Bacamin diri, jan ma’ajan tuah" menekankan kematangan diri dalam menimbang tindakan dan keputusan.

Petuah ini sangat sejalan dengan ajaran syariat Islam yang juga mengajarkan manusia untuk tidak bersikap fatalistik, tetapi berusaha dan bertawakal.

Al-Qur’an: Ar-Ra’d: 11

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sampai mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri.”

Ini adalah bentuk ajaran aktif untuk mengkaji diri (introspeksi), bukan pasrah menanti tuah.

"Iḥraṣ ‘alā mā yanfa‘uk, wasta‘in billāh wa lā ta‘jaz."
“Bersemangatlah terhadap apa yang bermanfaat bagimu, minta tolonglah kepada Allah, dan jangan lemah.”
(HR. Muslim)

Imam al-Ghazali dalam Iḥyā’ ‘Ulūm ad-Dīn menekankan bahwa orang yang cerdas adalah yang mampu mengoreksi dirinya sebelum disibukkan menilai orang lain.

Petuah ini bersesuaian pula dengan nilai-nilai adat lain seperti:

“Alah tabang baru mainggok, alah baguno baru mamintak.”

Harus ada bekal sebelum berharap hasil.

“Kok indak kabayang di awak, indak kalayak di urang.”

Jika tidak sanggup menanggung sendiri, jangan libatkan orang lain.

“Sakato jo awak, sabana jo kaadaan.”

Bertindak sesuai kemampuan dan situasi nyata.

Petuah “Bacamin diri, jan ma’ajan tuah” adalah cerminan kearifan lokal Minangkabau yang mengajarkan kedisiplinan berpikir, introspeksi, dan keberanian bertindak berdasarkan perhitungan diri, bukan semata-mata mengandalkan nasib.

Petuah ini tetap relevan dalam kehidupan modern yang sering tergoda oleh instanisme dan spekulasi. Maka, nilai-nilai adat Minangkabau perlu terus dihidupkan dalam pendidikan, pergaulan, dan pengambilan keputusan oleh generasi muda agar tetap “beradat dan beradab”.

Penulis adalah Advokat dan Konsultan Hukum

Jum'at Berkah di Serambi Masjid Sentra Timur  25 Juli 2025

Redaksi

Komentar0

Type above and press Enter to search.